Kamis, 28 Juni 2012

KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL DAN DESKRIPSI BUNYI SEGMENTAL BAHASA INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sosialnya, manusia saling berhubungan antara satu sama lain. Dalam hal ini perlu adanya sebuah komunikasi.Kebutuhan berkomunikasi itupun semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman dan kebudayaan manusia. Sehingga keadaan tersebut  menempatkan bahasa sebagai alat komunikasi manusia pada posisi yang paling penting.

  Agar komunikasi tersebut berjalan dengan baik,kedua belah pihak memerlukan bahasa yang dapat dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi tersebut disebut bunyi bahasa. Dalam pengucapannya, bunyi-bunyi bahasa dapat disegmentasikan atau dipisah-pisahkan (bunyi segmental), dalam bunyi yang dapat disegmentasikan itu terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga disebut bunyi segmental.
Oleh karna itu, dianggap penting untuk mengkaji mengenai bunyi-bunyi segmental tersebut. Guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimanakah definisi bunyi segmental?
2) Bagaimanakah klasifikasi bunyi segmental?
3) Bagaimanakah bentuk-bentuk deskripsi bunyi segmental?
           
1.3 TUJUAN
1) Mengidentisifikasi definisi bunyi segmental
2) Mengidentisifikasi klasifikasi bunyi segmental
3) Mengidentisifikasi deskripsi (gambaran) bunyi segmental
             

1.4 KERANGKA TEORI
A. PENGERTIAN BUNYI SEGMENTAL MENURUT PARA AHLI
1. Muslich, Masnur. 2008. Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental  ada empat macam
2. Abdul chaer. 2009. Bunyi segmental ialah bunyi ujar bahasa yang terdiri dari segmen-segmen tertentu.
3. Imam-suhairi . 2009.  Bunyi segmental mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat disegmentasi/dipisah-pisahkan. Kata matang misalnya, dapat disegmentasi menjadi /m/,/a/,/t/,/a/,/n/,/g/. Jelas bunyi-bunyi tersebut menunjukkan adanya fonem. Dengan demikian, sebenarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah bunyi segmental.


B. Deskripsi bunyi segmental bahasa Indonesia
Muslich, Masnur. 2008.Bunyi segmental, baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai disteribusi dan lingkungan.


BAB II
PEMBAHASAN
KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL DAN DESKRIPSI BUNYI SEGMENTAL
BAHASA INDONESIA

2.1 Definisi Bunyi Segmental
Menurut Masnur. 2008. Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat ucap dan pita suara. Bunyi Segmental  ada empat macam
1. Konsonan= bunyi yang terhambat oleh alat ucap 
2. Vokal = bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap 
3. Diftong= dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam sungai, /au/ dalam /kau/ 
4. Kluster= dua konsonan yang dibaca satu bunyi.
Contoh Kluster/Konsonan Rangkap 
ng:  yang
ny:  nyonya
kh:  khusus, khas, khitmad,
pr:  produksi, prakarya, proses
kr:  kredit, kreatif, kritis, krisis
sy:  syarat, syah, syukur
str:  struktur, strata, strategi
spr:  sprai
tr  :  tradisi, tragedi, tragis, trauma, transportasi.
2.2 DASAR KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL
Masnur. 2008. Klasifikasi bunyi segmental didasarkan berbagai macam keriteria, yaitu Ada tidaknya gangguan , Mekanisme udara, Arah udara, Pita suara, Lubang lewatan udara, Mekanisme artikulasi, Cara gangguan, Maju mundurnya lidah, Tinggi rendahnya lidah, Bentuk bibir.
1. Ada Tidaknya Gangguan
Yang dimaksud “ gangguan ” adalah penyempitan atau penutupan yang dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi. Dilihat dari ada tidaknya gangguan ketika bunyi diucapakan, bunyi di klompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi vokoid yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
Contoh bunyi vokoid menurut Daniel Jones terdapat padada bunyi vocal:
Vocal (i) * vocal (a)
Vocal (u) * vocal (o)
Vocal (e) * vocal (α)
b. Bunyi kotoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
Contoh terdapat pada bunyi vocal (m), (n), dll

2. Mekanisme Udara
Yang dimaksud mekanisme udara adalah dari mana datangnya udara yang menggrakkan pita suara sebagai sumber bunyi. Dilihat dari kriterianya bunyi-bunyi bahasa bisa dihasilkan dari tiga kemungkinan  mekanisme udara.
a. Mekanisme udara pulmonis, yaitu udra yang dari paru-paru menuju keluar.
Contohnya terdapat pada hamper semua bunyi bahasa di dunia.
b. Mekanisme udara laringal atau faringal, yaitu udara yang datang dari laring atau faring.
c. Mekanisme udara oral, yaitu udara yang datang dari mulut.

3. Arah Udara
Dilihat dari arah udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi di klompokan menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung.
b. Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk kedalam paru-paru.

4. Pita Suara
Dilihat dari bergetar tidaknya pita suara ketika bunyi dihasilkan bunyi dapat di klompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Bunyi mati atau bunyi tak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara tidak melakukan gerakan membuka menutup shingga getarannya tidak signifikan.
Contoh : bunyi (k), (p), (t), (s).
b. Bunyi hidup atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga bergetar secara signifikan.
Contoh : bunyi (g), (b), (d), (z).
  
5. Lubang Lewatan Udara
Dilihat dari lewatan udara ketika bunyi dihasilkan, bunyi diklompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan  cara udara keluar melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada dinding faring.
Contoh: bunyi (k)
b. Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara  udara keluar melalui rongga hidung , dengan menutup rongga mulut dan membuka velik lebar-lebar.
Contoh: bunyi (m)
c. Bunyi sengau, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar dari rongga mulut dan rongga hidung, dengan membuka velik sedikit.
Misalnya terdapat  pada bunyi “bindheng”(istilahjawa)

6. Mekanisme Artikulasi
Yang dimaksud mekanisme artikulasi adalah alat ucap mana yang bekerja atau bergerak ketika menghasilkan bunyi bahasa. Berdasarkan keriteria ini, bunyi dikelompokan sebagai berikut:
a. Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dan bibir (labium ) atas.
Misalnya: bunyi (p), (b), (m), dan (w)
b. Bunyi labio-dental, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir (labium) bawah dengan gigi (dentum)atas.
Misalnya : bunyi (f), dan (v)
c. Bunyi apiko dental,yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lidah (apeks) dan gigi(dentum) atas.
Misalnya : bunyi (t) pada ( pintu) , (d) pada (dadi), dan (n) pada (minta)
d. Bunyi apiko-alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah (apeks) dan gusi (alveolum) atas.
Misalnya : (t) pada (pantun), (d) pada (dudU?), dan (n) pada (nama)


e. Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tengah lidah (lamina) dan langit-langit keras (palatum).
Misalnya : (c), (j), (ñ), (Š)
f. Bunyi dorso-velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum).
Misalnya : (K), (g), (x), (η)
g. Bunyi dorso-uvular, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan pangkal lidah (dorsum) dan anak tekak (uvula).
Misalnya: (q), dan (R).
h. Bunyi laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok (laring).
Misalnya: (h).
i. Bunyi glotal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lubang atau clah (glotis) pada pita suara.
Misalnya: (?) hamzah

7. Cara Gangguaan
Dilihat dari cara gangguan arus udara oleh artikulator ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat diklompokkan sebagai berikut.
a. Bunyi stop (hambat), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat sehingga udara terhenti seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba. Tahap pertama (penutupan) disebut implosif(stop implosif), tahap kedua (pelepasan) disebut eksplosif (stop eksplosif).
Misalnya: (p) pada (atap’) disebut bunyi implosive, (p) pada (paku) disebut bunyi eksplosif. 
Contoh bunyi stop lainnya: (b), (t), (d), (k), (g), (?).
b. Bunyi kontinum(alir), kebalikan dari bunyi stop, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara tidak ditutup secara total sehingga arus udara tetap mengalir.berarti, selain bunyi-bunyi stop merupakan bunyi kontinum, seperti, bunyi afrikatif, frikatif, tril dan lateral.
c. Bunyi afrikatif (panduan), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, tetapi kemudian dilepaskan secara berangsur. Misalnya, (c), dan (j)
d. Bunyi frikatif (geser), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara dihambat sedemikian rupa sehingga udara tetap  dapat keluar. Misalnya, (f), (v), (s), (z), (Š), (x).
e. Bunyi tril (getar), yaitu bunyi yang dihasilkan denagn cara arus udara ditutup dan dibuka berulang-ulang secara cepat. Misalnya, (r), dan (R)
f. Bunyi lateral (sampingan), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga udara masih bias keluar melalui salah satu atau kedua sisinya. Misalnya, (l) pada (lima).
g. Bunyi nasal (hidung),yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara yang lewat rongga mulut ditutup rapat, tetapi arus udara dialirkan lewat rongga hidung. Mialnya, (m), (n), (ñ), (η).

8. Tinggi-Rendahnya Lidah
Dilihat dari tinggi rendahnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
a. Bunyi tinggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meniggi, mendekati langit-langit keras. Misalnya, (i) pada (kita), (u) pada (hantu).
b. Bunyi agak tingggi, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah meninggi, sehingga agak mendekati langit-langit keras. Misalnya, (e) pada lele, (o) pada (soto).
c. Bunyi tengah, yaitu bunyi yang dihasilakan dengn cara posisi lidah di tengah. Misalnya,  (  )
d. Bunyi agak rendah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah agak merendah, sehingga agak menjauhi langit-langit keras. Misalnya, (ε)pada kata (p ε p ε?), (ε) pada kata (ε l ε?), (О) pada (jOrO?), (O) pada (pOkO?).
e. Bunyi rendah, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi lidah merendah, sehingga jauh dari langit-langit keras. Misalnya, (a)pada (bata), (a) pada (armada), (α) pada (allαh), (α) pada (rαhmat).
9. Maju Mundurnya Lidah
Dilihat dari maju mundurnya lidah ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Bunyi depan, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian depan lidah dinaikkan. Misalnya, (i), (ī),(e), (ε), (a).
b. Bunyi pusat, yaitu bunyi yang dihasillkan dengan cara lidah merata., tidak ada bagian lidah yang diinakkan. Misalnya, ( )
c. Bunyi belakang, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara bagian belakang lidah dinaikkan. Misalnya, (u), (U), (o), (O), (α).
10. Bentuk Bibir
Dilihat dari bentuk bibir ketika bunyi diucapkan, bunyi dapat dikelompokkan menjadi dua, yiatu:
a. Bunyi bulat, yaitu buunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir berbentuk bulat. Misalnya, (u), (U), (o), (O), (α).
b. Bunyi tidak bulat, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara posisi bibir merata atau tidak bulat. Misalnya, (i), (ī),(e), (ε), (a).

2.3 DESKRIPSI BUNYI SEGMENTAL  BAHAS INDONESIA
Masnur. 2008. Bunyi segmental, baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa Indonesia sangat variatif, apalagi setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan lingkungan. Tetapi, paling tidak jumlah dan variasi bunyi tersebut biasa di deskripsikan sebagai berikut. 
1. Bunyi Vokoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh kata
(i) Tinggi, depan, tak bulat (bila) ’bila’
(ī) Agak tinggi, tak bulat (ad ī?) ‘adik’
(e) Tengah, depan, tak bulat (ide) ‘ide’
(ε) Agak rendah, depan, tak bulat (n ε n ε?) ‘nene?’
(a) Rendah, depan, tak bulat (cari) ‘cari’
(u) Tinggi, belakang, tak bulat (buku) ‘buku’
(U) Agak tinggi, belakang, bulat (batU?) ‘batuk’
(o) Tengah, belakang, bulat (toko) ‘toko’
(O) Agak rendah, belakang, bulat (tOkOh) ‘tokoh’
(α) Rendah, belakang, bulat (allαh) ‘allah’
(  ) Tengah, pusat, tak bulat ( mas) ‘emas’ 

2. Bunyi kontoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh kata
(p) Mati, oral, bilabial, plosif (paku) ‘paku’ 
(b) Hidup, oral, bilabial, plosif (baru) baru‘
(t) Mati, oral, apiko-dental, plosif (tidUr) ‘tidur’
(d) Hidup, oral, apiko-dental, plosif (dari) ‘dari’
(k) Mati, oral, velar, plosive (kaku) ‘kaku’
(g) Hidup, oral, velar, plosif (gali) ‘gali’
(?) Mati, oral, glottal, plosif (jara?) ‘jara?’
(c) Mati, oral, lamino-palatal, aprikatif (ciri) ‘ciri’ 
(j) Hidup, oral, lamino-palatal, aprikatif (jara?) ‘jara?’
(f) Mati, oral, labio-dental, prikatif (final) ‘final’ 
(s) Mati, oral, apiko-alveolar, frikatif (satu) ‘satu’
(z) Hidup, oral, apiko-alveolar, frikatif (zaman) ‘zaman’ 
(Š) Mati, lamino-valatal, frikatif (Šarat) ‘syarat’
(x) Mati, oral, frikatif (xas) ‘khas’ 
(  ) Hidup, oral, velar, frikatif (tabli  ) ‘tabligh’
(h) Mati, oral, laringal, frikatif (tahan) ‘tahan’ 
(l) Hidup, oral, apiko-alveolar, tril (lama) ‘lama’
(m) Hidup, nasal, bilabial (makan) ‘makan’ 
(n) Hidup, nasal, apiko-dental (minta) ‘minta’
(n) Hidup, nasal, apiko-alpeolar (tanam) ‘tanam’ 
(ñ) Hidup, nasal, lamino-palatal (ñala) ‘nyala’
(η) Hidup, nasal, velar (ηilu) ‘ngilu’
(w) Mati, oral, bilabial (waktu) ‘waktu’
(y) Mati, oral, lamino-palatal (yatim) ‘yatim’ 

BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

            Berdasarkan penjelasan diatas, kami dapat menarik kesimpulan bahwa bunyi segmental merupakan salah satu ilmu fonologi yang sangat penting dalam ilmu bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi. Karena dengan adanya bunyi segmental, maka kita dapat membedakan makna kata dalam setiap ucapan maupun pendengaran.
Dalam penuturan bahasa Indonesia tinggi rendahnya (nada) suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna. Berbeda dengan nada, tekanandalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud dalam tatarankalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam tatarankata (leksis). Tidak jauh berbeda dengan tekanan, durasi atau panjang-pendek ucapan dalam bahasa Indonesia tidak fungsional dalam tataran kalimat.Untuk jeda biasanya dilambangkan dengan tanda titik (.). Sedangkan Intonasimerupakan kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga ke perhentianterakhir yang berarti unsur-unsur ini memiliki keterkaitan satu sama lain.

SARAN           

Adapun yang dapat penulis sarankan agar kita bisa memahami lebih jauhbagaimana peran dan kiprah bunyi-bunyi suprasegmental adalah dengan carakita harus bisa membedakan unsur-unsur suprasegmental tersebut dalamtuturan bahasa Indonesia dimana unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitansatu sama lain.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara